KRITERIA AMIL DAN UU ZAKAT DI INDONESIA

Pertanyaan
Sebagaimana sudah maklum, bahwa amil zakat itu adalah orang yang diangkat oleh imam untuk menjadi amil zakat. Yang mau kami tanyakan adalah: a) Siapakah yang dimaksud imam untuk membentuk amil zakat? b) Apakah panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa bisa disebut amil zakat (bagian dari ashnaf delapan) sehingga berhak memperoleh bagian dari zakat? c) Bagaimana dengan Undang-undang Zakat tentang konsep amil dan mekanisme kerjanya?
Jawaban
a. Yang dimaksud Imam dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Kepala Pemerintahan, dalam hal ini adalah Presiden. Adapun terkait dengan pembentukan amil zakat, presiden dan orang-orang diberi wewenang membentuk amil zakat sebagaimana diatur oleh Undang-undang Zakat, yaitu Gubernur, Bupati atau Wali Kota dan Camat. Dengan demikian, Kepala Desa atau Lurah tidak termasuk orang-orang yang diberi wewenang untuk membentuk amil zakat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Dengan memahami penjelasan pada poin “a” di atas, berarti panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat uang tidak memiliki wewenang dari imam, tidak termasuk amil yang berhak menerima bagian zakat.
c. Mencermati undang-undang zakat yang ada, konsep pembentukan amil versi undang-undang zakat sudah sesuai dengan konsep fikih. Sedang mekanisme tata kerjanya masih perlu untuk disempurnakan, karena ada tugas-tugas dan kewenangan amil yang belum terakomodir dalam UU zakat, diantaranya kewenangan mengambil zakat secara paksa jika ada muzakki yang menolak membayar zakat.
Demikian penjelasan yang bisa kami berikan. Lebih lanjut silakan merujuk pada sejumlah referensi berikut: Nihayatul-Muhtaj, 6/168; Hasyiyah al-Baijuri, 1/290; Mauhibah Dzil-Fadhl, 4/120; Fatawa al-Kubra, 4/116; al-Muhadzdzab, 2/355-356.






