Sejarah Uang di Dunia Islam

Okt 22, 2024 - 16:40
Okt 26, 2024 - 16:33
 0  320
Sejarah Uang di Dunia Islam

Dalam khazanah Islam, terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang; Dawud (1999, 3) dan Syabir (1999, 175) menyebutkan antara lain nuqud, qimah, yakni nilai sesuatu, dan “harga pembayaran barang yang dijual”. Demikian juga fulus, yaitu logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai uang dan pembayaran, sikkah, yaitu mata uang dinar dan dirham yang telah dicetak dan distempel, dan ‘umlah yaitu satuan mata uang yang berlaku di negara atau wilayah tertentu atau mata uang dalam arti umum sama dengan nuqud. 

Menunjukkan uang atau fungsinya, al-Qur’an menggunakan beberapa istilah, antara lain “dirham”, “dinar”, “emas”, dan “perak”. Kata dirham hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Yusuf (12) ayat 20. Sedangkan kata dinar hanya disebutkan satu kali, yaitu dalam QS. Ali ‘Imran (3) ayat 75. 

Sejarah mencatat bahwa bangsa Arab pada masa Jahiliah telah melakukan kegiatan perdagangan dengan negara-negara tetangga di kawasan utara dan selatan. Hal itu tersirat dalam firman Allah SWT, (QS. Quraisy [106]: 1-2). Ketika pulang mereka membawa uang Dinar Emas dan Dirham perak. Al-Balazdari menuturkan: Dinar Heraclius (Kaisar Byzantin) dan Dirham Baghli dari Persia telah masuk ke penduduk Mekah pada masa Jahiliah. Hanya saja, uang yang mereka gunakan untuk melakukan transaksi jual beli tersebut pada umumnya masih dalam bentuk tibr (butiran, belum dicetak sebagai mata uang). 

Dari keterangan di atas nampak bahwa uang yang digunakan oleh umat Islam pada masa Nabi adalah Dirham Perak Persia dan Dinar Emas Romawi dalam bentuk aslinya. Menurut Ibnul Qayyim (dalam I’lamul Muwaqqi’in Ibn al-Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, vol.2/hal144), Nabi pun tidak pernah membuat uang khusus untuk umat Islam. Menurut para sejarawan, orang yang pertama kali menerbitkan Dirham dan Dinar untuk diberlakukan di negara Islam adalah Khalifah Bani Umayah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 74 H. 

Pada masa Khalifah Utsman, Beliau membubuhkan kata “Allahu Akbar” pada uang yang berlaku.

Ketika pemerintahan Bani Umaiyah berdiri, pembuatan uang masih tetap mengikuti jejak para penduhulunya, yaitu memberlakukan mata uang Sasani dan Byzantin dengan membubuhi beberapa simbol Islam, seperti nama khalifah, dan membiarkan simbol non Islam pada uang tersebut. 

Khlaifah Abdul Malik bin Marwan melakukan upaya unifikasi mata uang di seluruh wilayah setelah sebelumnya setiap gubernur membuat uang khusus untuk masing-masing. Selain itu, ia pun membuat kebijakan untuk tidak menggunakan mata uang non Islami dan memerintahkan pembuatan uang Islami oleh institusi pemerintah. Sejak saat itu, untuk pertama kali negara dan pemerintah terlepas dari uang asing. Abdul Malik membuat Dirham perak Islami yang pada salah satu sisinya dituliskan surah al-Ikhlas dan pada sisi lainnya dituliskan simbol tauhid. 

Sultan al-Dzahir Burquq (sultan Utsmani, w. 801) pada tahun 781 H. telah membatalkan penggunaan uang perak campuran yang dibuat oleh Sultan al-Dzahir Baibras dan menggantinya dengan fulus tembaga. Bahkan para sultan sangat berlebihan dalam membuat fulus sehingga fulus-fulus itu dijual dengan timbangan Rithl dan tidak memiliki nilai. Akhirnya masyarakat hilang kepercayaan terhadap fulus. Hal tersebut berakibat sangat fatal berupa kehancuran nilai uang.

Mengenai uang kertas sebagaimana dikenal fiat money saat ini dalam bentuk banknote apakah pernah dikenal dan digunakan di negara-negara Islam (pada masa lampau), para ahli berbeda pendapat. Sebagian memastikan bahwa negara Islam tidak pernah menggunakannya, sementara sebagian ahli lain berpendapat bahwa umat Islam telah pernah menggunakannya pada beberapa periode. 

Sumber: disarikan dari https://alhikmah.ac.id/sejarah-penggunaan-uang-di-dunia-islam/

(Jek/Peduli)

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow