GAGALNYA PAHALA PENYERU KEBAIKAN
ومن أهم الآداب وآكدها على من أمر بمعروف أو نهي عن منكر مجانبة الكبر والتعنيف والتعيير والشماتة بأهل المعاصي فإن ذلك قد يبطل الثواب ويوجب العقاب وربما يكون داعيا إلى رد الحق وعدم قبوله والاستجابة فليحذر كل الحذر من ذلك
“Adab terpenting dalam beramar makruf nahi mungkar adalah menjauhi sikap sombong, keras, hinaan, dan cacian terhadap para pelaku maksiat. Semua itu dapat membatalkan pahala bahkan mendatangkan siksa. Terkadang hal itu membuat sasaran dakwah menolak kebenaran, serta tidak menerimanya. Hendaklah waspada dari perbuatan itu.”
An-Nashâih ad-Dîniyyah wal-Washâyâ al-Imâniyyah karya al-Imam al-Arif Billah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad al-Hadrami asy-Syafii.
Sayyid al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad mengingatkan kita yang terjun sebagai penyeru kebaikan agar betul-betul memperhatikan adab-adab dalam ber-amar makruf nahi mungkar.
Beliau mengingatkan agar penyampaian amar makruf nahi mungkar dilakukan dengan niat yang tulus dan sikap santun, tepat sasaran, sopan dan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Beliau berkata:
. وليكن رفيقا شفيقا لينا رحيما متواضعا مخفوض الجناح والله الموفق والمعين وبه الثقة وعليه التكلان
“Hendaklah bersikap lemah lembut, berbelas kasih, rendah hati, dan ramah. Semoga Allah memberi taufik dan pertolongan-Nya. Hanya kepada-Nya kita berpegang teguh dan pasrah.”
Sesuai dengan firman Allah SWT:
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Maka sampaikanlah kamu berdua (Musa dan Harun) kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lembut. Mudah-mudahan ia ingat atau takut,” (QS. Thaha: 44).
الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلَّا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh Tuhanmu maha luas ampunan-Nya. Dia lebih mengetahui kamu ketika Dia menciptakanmu dari tanah dan ketika kamu menjadi janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia paling mengetahui orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32).
Hendaklah kita betul-betul memperhatikan peringatan agung tersebut, sembari tetap semangat mengamalkan firman-Nya;
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali ‘Imran: 104)
Demikianlah, dengan begitu luas dan rinci al-Imam Abdullah al-Haddad mengurai persoalan terutama dalam memperhatikan adab dan etika di dunia dakwah ini, sehingga dakwahnya tepat sasaran, ampuh dan berdaya guna. Tentu bukan dengan maksud agar berdiam diri dan berpangku tangan, tapi agar betul-betul berhati-hati dan tidak serampangan, karena berdiam diri atas kemaksiatan itu jauh lebih parah dan lebih berakibat fatal.


