BULAN RAMADHAN ADALAH BAROMETER WAKTU DALAM SETAHUN
Bulan suci Ramadhan merupakan bulan istimewa, karena didalamnya terdapat kesempatan untuk memperoleh pahala dan berkah. Akan menjadi sebuah keberuntungan bagi seorang mukmin, apabila ia dapat memanfaatkan waktu Ramadhan yang mulia dengan beribadah secara kafah.
Lalu bagaimana sebaiknya umat Muslim mempersiapkan diri menyambut Ramadhan? Dan bagaimana jika terdapat halangan untuk berpuasa seperti bepergian atau safar? Untuk mengetahui hal tersebut, Majalah PEDULI telah berbincang dengan Habib Taufiq Assegaf, seorang ulama kharismatik asal Pasuruan yang juga Ketua Rabithah Alawiyah Indonesia. Berikut transkrip selengkapnya.
Apa yang sepatutnya dipersiapkan umat Muslim dalam menyambut bulan suci Ramadhan?
Hal pertama yang perlu dipersiapkan adalah kemantapan hati, agar merasa gembira akan tibanya bulan suci Ramadhan yang penuh berkah. Kegembiraan akan bulan puasa ini bisa muncul, kalau seorang mukmin memahami betapa besarnya pahala dan kemuliaan yang dapat diraih di bulan suci ini.
Berikutnya yang sepatutnya dipersiapkan pula, ialah ilmu dan pemahaman tentang bagaimana menjalankan ibadah puasa yang baik. Dipahami syarat-rukunnya, perkara apa saja yang membatalkan puasa, juga segala hal yang berkaitan dengan ibadah puasa. Perbanyak belajar dan mengaji kepada para ahli ilmu. Dengan demikian ibadah puasa dapat ditunaikan dengan sempurna, serta diterima di sisi Allah ﷻ.
Saat sudah memasuki bulan Ramadhan, apa yang harus diperhatikan agar ibadah puasa jadi sempurna?
Ibadah puasa yang sempurna itu, secara zahir sah; tidak batal dan secara batin diterima oleh Allah ﷻ. Ini bisa dicapai apabila puasa dijalankan sesuai aturan syariat, yakni memenuhi syarat dan rukun puasa sampai akhir tanpa ada perkara yang membatalkan. Bukan hanya itu; agar diterima oleh Allah ﷻ ibadah puasa juga harus dibarengi dengan kesungguhan menghindari segala bentuk maksiat, serta mengisi waktu-waktu kita denngan ibadah-ibbadah sunah selama berpuasa.
Manfaatkan waktu semaksimal mungkin selama Ramadhan, untuk beribadah seperti berdzikir, itikaf di masjid, serta membaca al-Quran. Jangan sampai kesempatan untuk meraih berkah dan pahala yang begitu besar, disia-siakan begitu saja atau bahkan malah ternodai dengan maksiat kepada Allah ﷻ.
Bagaimana cara menyikapi ibadah puasa dalam keadaan bepergian?
Jadi syariat Islam termasuk puasa, pada dasarnya sangat indah dan mudah. Dalam aturan setiap ibadah terdapat keringanan-keringanan, berkaitan dengan kondisi yang berbeda-beda. Mengenai puasanya musafir atau orang yang bepergian, aturannya jelas boleh musafir itu tidak menjalankan puasa. Ini dengan catatan dia itu bepergian dengan jarak yang diperbolehkan meng-qashar shalat, serta berangkat bepergian sebelum waktu subuh.
Dalam beberapa riwayat hadis diterangkan, bahwa Nabi ﷺ tidak menganggap baik terhadap orang yang memaksa berpuasa saat bepergian dengan kriteria tadi, padahal tidak kuat. Dia boleh tidak puasa, namun tetap wajib meng-qadha’ di lain hari setelah Ramadhan. Namun jika musafir itu merasa kuat dan baik-baik saja, maka tetap diperbolehkan berpuasa seperti halnya keadaan normal.
Pesan Habib kepada kaum Muslimin berkenaan dengan tibanya bulan suci Ramadhan?
Sesungguhnya Allah ﷻ menjadikan beberapa waktu yang utama, sebagai barometer akan seluruh waktu yang ada dalam hidup kita. Shalat lima waktu adalah barometer bagi waktu kita dalam sehari, jika shalat lima waktu ini baik maka baik pula waktu kita dalam satu hari. Hari Jumat adalah barometer waktu kita, dalam masa satu pekan. Begitu pula bulan Ramadhan yang mulia, ini adalah barometer kualitas waktu kita dalam masa satu tahun.
Jika dalam satu bulan Ramadhan ibadah kita baik, puasa kita baik, amalan yang lain juga baik, maka insya-Allah akan baik dan selamat pula waktu kita dalam satu tahun setelahnya. Maka dari itu mari kita niatkan betul-betul untuk memanfaatkan waktu Ramadhan dengan semaksimal mungkin, dengan beribadah kepada Allah ﷻ. Termasuk di antaranya, ialah dengan berpuasa secara sungguh-sungguh. Jangan sampai waktu istimewa ini terlewat begitu saja dengan kelalaian. Wallahu a’alam.


