ASUPI ANAK BAYI DENGAN MAKANAN HALAL DAN DZIKIR

Pada edisi sebelumnya, telah kita bahas bagaimana pentingnya menanamkan niat yang baik terhadap masa depan anak-anak kita. Niat yang baik ini dimulai sejak hendak menikah hingga pra melahirkan anak. Tentu kita berharap agar mereka menjadi orang-orang yang dekat dengan Allah, menjadi hamba yang shaleh dan shalehah serta berguna untuk umat. Harapan dan niat semacam ini mempunyai pengaruh terhadap karakter anak-anak yang akan lahir.
Selanjutnya, setelah lahir, kita disunahkan untuk adzan di telinga anak yang baru lahir dan membaca iqamah di telinga kirinya. Begitulah Rasulullah ﷺ mencontohkan kepada kedua cucunya, yaitu al-Hasan dan al-Husain, ketika ibu mereka, Sayyidah Fathimah az-Zahra, melahirkan mereka. Rasulullah adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri Sayyidina Hasan dan Husain, sehingga pertama kali sesuatu yang didengar oleh bayi didunia ini adalah Nama Allah dan nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta ajakan shalat.
Selanjutnya, hendaknya memilih nama yang baik untuk mereka. Seperti nama-nama para Nabi atau nama-nama orang shaleh. Diantara nama yang paling baik adalah seperti Abdullah, Abdurrahman, Abdurrahim, Abdulkarim, atau nama yang diambil dari pujian (hamd) seperti Muhammad, Ahmad, Hamid, Mahmud, dan sebagainya. Sedangkan nama yang paling baik adalah nama yang dipilih oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk putra-putrinya dan untuk cucu-cucu beliau.
Lalu yang juga tidak kalah penting adalah, hendaknya kita menjaga anak-anak dengan memberi asupan gizi dan makanan yang halal, dan menjauhkan mereka dari makanan yang haram, sembari menyebut nama Allah dan membaca basmalah setiap menyusui dan menyuapi mereka makanan. Sehingga mereka tidak hanya minum air susu, namun juga cahaya dzikir. Bukan hanya tubuhnya yang kenyang, tapi juga hati dan ruhnya senantiasa terasupi cahaya dzikir.
Sebaliknya, yang mengkonsumsi makanan tidak halal, niscaya akan menerima dampak yang buruk dikemudian hari, seperti disabdakan Rasulullah ﷺ: “Setiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram, maka api neraka lebih utama baginya (lebih layak membakarnya).” (HR. At-Thabrani).
Hal ini secara sederhana dapat dilihat pada hewan. Jenis hewan karnivora yang memangsa hewan lain yang berwatak buruk, akan menularkan perilaku buruk dan buas pada hewan pemakannya. Sedangkan hewan herbivora yang memakan tumbuh-tumbuhan relatif lebih jinak, dan tidak membahayakan. Dari hikmah inilah manusia dilarang mengkonsumsi sebagian hewan tertentu, dan dibolehkan mengkonsumsi hewan tertentu yang dihalalkan.
*Disarikan dari karya Habib Umar Bin Hafidz, Is’afu Thalibi Ridhal-Khallaq bi Bayani Makarimil-Akhlakq Darul Faqih, Yaman.






