GURU MENYAYANGI MURID, DAN MURID MENGHORMATI GURU

Demi suksesnya pendidikan dalam setiap lingkungan hidup Umat manusia, Rasulullah sudah mewanti-mewanti kita dalam sabdanya,  

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

“Bukan golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak menghormati yang lebih tua.” (HR. at-Tirmidzi dari shahabat Anas bin Malik)

Masing-masing antara guru dan murid mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda. Guru mempunyai kewajiban yang berat terhadap muridnya, sebaliknya murid mempunyai kewajiban untuk menghormati dan mentaati gurunya. 

Dalam al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali, sangat diktekankan agar guru memperhatikan adab-adabnya sebagai guru, diantaranya; guru harus senantiasa dan tidak berhenti menuntut ilmu guna menambah pengetahuan yang hendak diajarkan kepada muridnya, mengamalkan ilmunya, senantiasa bersikap lembut, bijak dan tenang, tidak menyombongkan diri dalam memerintah atau memanggil seseorang muridnya, memberlakukan hal yang berbeda dalam menghadapi murid yang lamban berpikirnya, senantiasa mendoakan para muridnya, dll.  

Demikan juga sebalinya, murid atau wali murid dituntut agar memberikan penghormatan yang tinggi terhadap gurunya. Bahkan disebutkan dalam kitab Ta'limul Muta'alim, “Sungguh pantas bila seorang guru diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya, walau hanya mengajarkan satu huruf.” 

Imam Asy-Syairazy berkata, "Guru-guruku berkata, "Barangsiapa yang ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menjaga hak-haknya, menghormati para ahli fikih, dan memberikan hadiah pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya yang akan menjadi orang alim." 

Manakala kedua belah pihak menjalankan kewajiban masing-masing, mengamalkan adab masing-masing, serta tidak saling menuntut satu sama lain, maka bisa diharapkan dunia pendidikan akan menuai hasil yang sempurna.  Guru yang berwibawa dan murid yang berbakti kepada gurunya.