UKURAN INFAK DAN SEDEKAH YANG IDEAL
Pertanyaan
Pengasuh rubrik ZIS Majalah Peduli yang saya hormati. Masing-masing orang tentu memiliki kadar kekayaan mereka sendiri yang berbeda-beda satu sama lain. Di samping itu mereka juga memiliki kecintaan yang berbeda-beda terhadap harta yang mereka miliki. Yang hendak saya tanyakan adalah, bagaimana kita seharusnya berinfak sesuai dengan kadar harta yang kita miliki sekaligus sesuai dengan kondisi mental kita terkait dengan kepemilikan harta kita?
Penanya
Ahmad Arif, Pasuruan, 08524561xxxx
Jawaban
Sebenarnya, al-Quran mengajarkan agar kita ini tidak keterlaluan atau berlebih-lebihan, termasuk dalam berinfak, sehingga kita sebaiknya tidak menghabiskan seluruh harta kita untuk diinfakkan sebab kita masih memerlukannya, begitu pula kita tidak boleh sampai kikir. Namun al-Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumaddin, bab tentang “Kitab Rahasia Zakat”, menerangkan bahwa dalam masalah infak atau sedekah, beliau membagi hati menjadi tiga tingkatan:
Pertama, adalah tingkatan orang-orang yang kuat, yaitu orang-orang yang menginfakkan seluruh hartanya dan tidak menyimpan sedikitpun untuk dirinya sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallhu ‘Anhu ketika beliau datang dengan membawa keseluruhan hartanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di mana Rasulullah bersabda: “Apa yang engkau sisakan untuk dirimu?” Abu Bakar mejawab: “Allah dan Rasul-Nya”.
Kedua, tingakatan pertengahan, yaitu orang-orang termasuk rajin berderma, meskipun dia tidak sampai pada level seperti golongan pertama, yakni belum bisa menghabiskan seluruh hartanya untuk berinfak di jalan Allah. Namun ketika ada orang yang membutuhkan bantuannya, maka dia bersegera untuk memberikan hartanya agar kebutuhan orang tersebut terpenuhi, dan dia tidak membatasi pada zakat yang wajib saja.
Ketiga, tingkatan orang yang lemah, yaitu orang yang membatasi pada membayar zakat yang wajib saja.
Demikianlah tingkatan-tingkatan orang yang berinfak di jalan Allah, dan setiap dari mereka menginfakkan hartanya berdasarkan ukuran kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Aku (al-Imam al-Ghazali) tidak melihat kamu mampu pada derajat yang awal, tidak pula pada derajat kedua, maka berusahalah dengan sungguh-sungguh agar tidak terlepas dari derajat ketiga ini, karena hanya melakukan yang wajib saja adalah batasannya orang-orang bakhil. Maka bersungguh-sungguhlah agar tidak terlewat padamu satu hari kecuali kamu bersedekah dengan sesuatu, maka dengan itulah kamu akan naik dari derajatnya orang-orang bakhil. Wallahu A‘lam.






