PENTINGNYA EDUKASI DALAM PROSESI IBADAH QURBAN
Pada 10 Dzulhijjah hingga 3 hari berikutnya, kita dianjurkan agar menyembelih hewan qurban dan membagi-bagikannya sebagai amal sosial kepada orang-orang di sekitar kita. Terutama para fakir miskin yang sangat membutuhkannya.
Seluruh rangkaian prosesi ibadah qurban ini, sebaiknya juga diedukasikan kepada anak-anak kita, sehingga mereka memperoleh informasi dan pemahaman yang benar, khususnya dalam prosesi penyembelihan. Dalam bagian ini, anak-anak harus memperoleh edukasi yang benar yang mampu diterima oleh mereka.
Selanjutnya, kita edukasikan kepada anak-anak bahwa penyembelihan hewan qurban ini sebagai wujud dari rasa syukur kita atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita semua, sebagaimana perintah Allah dalam Surat al-Kautsar.
Beribadah qurban adalah anugerah istimewa di mana kebaikan ini kelak menjadi saksi di hari Kiamat. “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari Kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berqurban.” (HR. Ibnu Majah)
Penting juga diedukasikan nilai sejarah dan hikmah ibadah qurban ini. Bagaimana Seorang Rasul, yakni Nabi Ibrahim alaihissalam diperintah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.
Dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102, Allah mengabadikan peristiwa ini dengan ungkapan yang bijak, tuturan seorang ayah kepada anaknya:
"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”
Ketika menyampaikan kabar ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga menunggu reaksi dari putranya, yaitu Nabi Ismail ‘alaihissalam, dengan menanyakan pendapatnya. “Maka pikirkanlah apa pendapatmu?”
Ayat ini mengajarkan kepada kita apabila dalam menentukan keputusan penting yang berkaitan dengan buah hati, kita juga memberikan peluang kepadanya untuk berpendapat.
Ketika sang ayah memberikan pertanyaan tersebut, maka Ismail ‘alaihissalam menjawabnya dengan penuh kepastian.
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Dialog antara ayah dengan anak ini telah diabadikan oleh Allah dalam Surat As-Shaffat tersebut. Inilah metode pendidikan yang baik yang perlu dipraktikkan oleh seorang ayah kepada anaknya. Tidak serta merta seorang ayah langsung memerintah anak-anaknya. Anak-anak juga perlu diberikan haknya. Paling tidak dalam menyampaikan unek-unek di hatinya.
(Jeki/Peduli)