KETIKA ANAK PETANI SOWAN KIAI HASYIM ASY’ARI


    129 kali

 

Entah mimpi apa sebelumnya, Zuhri yang anak seorang petani, hari itu satu delman dengan putra kiai yang ia kagumi dalam perjalanan menuju Pesantren Tebuireng.

 

Begitu sampai, Wahid Hasyim menganjurkan Zuhri untuk istirahat sejenak, “Minumlah dulu, nanti aku antarkan menghadap Hadratus Syaikh.”

 

Suasana hati Zuhri bercampur antara girang dan tegang. Pasalnya, ia baru pertama kali ini bertemu Hadratus Syaikh. “Ketika aku memberikan salam, beliau sedang duduk di atas permadani yang memenuhi ruangan tamu yang luas,” terang Zuhri.

 

Berbeda dengan putranya yang terlihat “modern”, Hadratus Syaikh masih setia dengan baju Jawa. Pakaian yang dikenakan terlihat seperti piyama yang tak berkerah. Berwarna putih kain katun, mengenakan sarung dan sorban. Saat Zuhri menghadap, Hadratus Syaikh sedang membaca sebuah surat.

 

Wahid Hasyim pun mendekat memperkenalkan Zuhri. Lalu keduanya terlibat pembicaraan menggunakan bahasa Arab yang bercampur bahasa Jawa. Sesekali Wahid menjawab pertanyaan Hadratus Syaikh dengan bahasa Jawa halus. Sesekali Hadratus Syaikh juga menanyai Zuhri dengan bahasa Arab. Zuhri pun menjawabnya dengan bahasa Indonesia.

 

Hadratus Syaikh memberitahu Zuhri bahwa surat yang tadi dibacanya adalah dari seorang ulama terkenal di Jawa Tengah. “Sudah aku anggap sebagai guruku,” kata Kiai Hasyim kepada Zuhri. Beliau memang selalu memandang ulama seangkatannya sebagai guru. Bahkan terhadap ulama yang berbeda pendapat.

 

Semua ulama di Jawa juga tahu, ketika masuk bulan Ramadan, Kiai Hasyim akan punya kelas khusus membaca kitab Al-Bukhari. Dan kiai dari seluruh pelosok Nusantara akan datang ke Tebuireng untuk mendengarkannya. Jika Kiai Hasyim yang melakukan kajian, terdengar “seolah-olah sedang membaca kitab karangannya sendiri.” Sebuah ungkapan yang menunjukkan penguasaan luar biasa dari Kiai Hasyim soal ilmu tafsir hadis.

 

*KH. Saifuddin Zuhri adalah Menteri Agama Indonesia ke-10 pada masa Presiden Sukarno. Ia Aktif di Gerakan Pemuda Ansor sejak 1939. Menjadi komandan Divisi Hizbullah Jawa Tengah dan salah satu tentaranya adalah Kolonel Soedirman pada peristiwa “Palagan Ambarawa” Oktober-Desember 1945.

 

~ Sumber: Berangkat Dari Pesantren: Otobiografi KH Saifuddin Zuhri

 

Bagikan melalui:

Tags

Kisah